1.PENGERTIAN HUKUM SYARA’
Dalam
ushul fiqih juga terdapat hukum syara.Hukum syara’merupakan acuan dalam
tindakan manusia tentunya seorang mukallaf yang beragama islam yang di
tugasi untuk melaksanakan ibadah kepada ALLah Swt sesuai dengan kitab
Allah yaitu al-quran.Adanya perbedaan pendapat dalam pengertian hukum
syara’antara ahli ushul fiqih dengan ahli fiqh tidak membuat kita
bingung untuk menentukan suatu perbuatan yang dihukumi
semestinya.Sebelumnya saya akan membahas pengertian hukum syara’dengan
dua versi yang berbeda.Pertama pendapat ahli ushul fiq dan kedua
pendapat ahli fiqh dalam mengartikan hukum syara’.
Pertama,menurut
Kalangan Ahli Ushul fiqh,hukum syara’adalah“Khitab(titah) Allah yg
menyangkut tindak tanduk mukallaf dalam bentuk tuntutan,pilihan berbuat
atau tidak;atau dalam bentuk ketentuan ketentuan.”Contoh: “Kerjakanlah
Shalat”,Janganlah kamu memakan harta org lain scr bathil
.(Syarifudin,amir,2008:334) ahli ushul memandang tentang pengetahuan
kitab Allah yang menyangkut perbuatan manusia itulah definisi hukum
syara’ menurut mereka.Mereka melihat dari sisi fungsinya adalah
menegeluarkan hukum dari dalil memandangnya dari segi nash syara’yang
harus dirumuskan menjadi hukum yang terinci secara detail.Karenanya ia
mengaggap hukum itu sebagai kitab Allahyang mengandung aturan tingkah
laku tau perbuatan.
Kedua,menurut
kalangan ahli fiqh ,pengertian hukum syara’ adalah “Sifat yg merupakan
pengaruh atau akibat yg timbul dari titah Allah terhadap orang mukallaf
itu.”Dalam bentuk ini yang disebut hukum syara adalah “wajibnya shalat”
sebagai pengaruh dari titah Allah yang menyuruh shalat atau haramnya
memakan harta orang secara bathil sebagai akibat dari larangan Allah
memakan harta orang secra bathil.(Syarifudin,amir,2008:334).Dalam
memandang pengertian hukum syara’ ini kalangan ahli fiqh yang fungsinya
menjelaskan hukum yang dirumuskan dari dalil memandang dari segi
ketentuan syara’yang sudah terinci dan sudah baku menjadi suatu aturan
tertentu.Karenanya ia menganggap hukum itu adalah
wajib,sunah,munbah,haram dan lainnya yang melekat pada perbuatan
mukallaf yang dikenai hukum itu.
Dapat
kita lihat dalam memandang perbedaan definisi tentang hukum syara
nampaknya berbeda,jika ahli ushul fiqh bahwa kitab Allah secar langsung
dilihat dari fungsinya hukum hukum nya belum terinci dan harus di
jelaskan secara detail sedangkan ahli fiqih mendefinisikan hukum
syara’,mereka menjelaskan hukum yang dirumuskan telah menjadi hukum yang
sudah detail dan rinci.Adapun pembagian dari hukum syara’ sendiri
dibagi menjadi dua yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i.Akan saya bahas
dalam bab berikutnya.
2.Pembagian Hukum Syara’
Adapun
pembagian hukum syara’ yang nantinya akan membawa pada satu rumusan
hukum secara rinci dalam menghukumi suatu tindakan mukallaf yang
melaksanakan ibadah pada Allah.secara garis besar sebagian besar para
ahli fiqh membagi dua bagian dalam hukum syara’.Pertama hukum taklifi dan hukum Wadh’i.
2.1.Hukum Taklifi
Pertama,hukum
Taklifi yaitu hukum yang menjelaskan tentang perintah larangan,dan
pilihan untuk menjalankan sesuatu atau meninggalkannya.Contoh hukum yang
menunjukkan perintah adalah “dirikanlah shalat”,membayar zakat dan
menunaikan ibadah haji ke baitullah.sedangkan hukum yang menunjukkan
laranga sepertimemakan harta benda anak yatim (Q.s.al-anam:152)
وَلَا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا.(Q.s
an-nisa:6)”dan janganlah kamu memakan harta anak yatim lebih dari batas
kepatutan dan janganlah kamu tergesa gesa membelanjakannya sebelum
mereka dewasa.
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ ...”dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil (Q.s al-baqarah:188).
jadi
secara jelas hukum taklifi ini berbentuk pilihan atau tuntutan.dari
segi apa yang dituntut,dan hukum ini terbagi dua tuntutan yaitu tuntutan
secara pasti dan tuntutan tidak pasti.Adapun pilihan terletak antara
memperkuat dan meninggalkan.Hukum taklifi juga berarti ketentuan Allah
perintah,larangan dan takhyir(pilihan).Dengan demikian Hukum taklifi
sendiri terbagi menjadi lima,yaitu wajib,madub(sunat),Haram,makruh,dan
Mubah (abu zahrah,2011:30). Adapun madzhab hanafi membagi hukum taklifi
ini menjadi tujuh yaitu,fardhu,wajib,mandub(sunat),Makruh tahrim,makruh
Tanzih,haram dan mubah.Adapun penjelasan pembagian hukum taklifi yaitu.
2.1.1. Wajib
Wajib
merupakan bagian di hukum taklifi yang mempunyai arti Tuntutan untuk
memperbuat secara pasti dengan arti harus diperbuat sehingga orang yang
memperbuat patut mendapat ganjaran atau tidak dapat sama sekali ditinggalkan
,sehingga orang yang meninggalkan patut mendapat ancaman Allah.Hukum
taklifi dalam bentuk ini disebut (ijab).Pengaruhnya terhadap perbuatan
disebut wujub.sedangkan perbuatan yang dituntut disebut wajib.contoh
melakukan shalat,puasa ramadhan.(syarifudin,amir,2008:336).Wajib
merupakn suatu perintah yang harus dikerjakan ,diman orang yan
meninggalkannyya berdosa.Sedangkan ulama ushul fiq mendefinisikan wajib
adalah suatu perintah diman orang yang menunggalkan adalah
tercela.Menurut al amidi dalam kitab al Ihkam menyatakan wajib syar’i
adalah perintah Allah yang apabila ditinggalkan akan menyebabkan timbul
nya cercaan menurut syara’.
Sedangkan
wajib terbagi atas empat bagian,pertama wajib ditinjau dari pihak waktu
melakukannya,dan ada pula secar mutlak menentukan pekerjaan itu.Wajib
yan ditentukan itu yaitu apa uyang diminta oleh syar’i memeperbuat secar
pasti pada waktu yang jelas.seperti shalat lima waktu.Batas untuk
mnegerjakan shalat itu jelas waktunya.Seab tidak diwajibkan
sebelumnya.dan simukallaf akan berdosa jika mentakkhirkan waktunya tanpa
uzur.seperti berpuasa dibulan ramadhan.tidak diwajibkan sebelum bulan
ramadhan dan juga sesudahnya.
1.Wajib yang berdasarkan waktu pelaksanaannya ini terbagi dua yaitu “Wajib Muthlak”dan “Wajib Mu-aqad”.
2.Wajib berdasarkan segi pelaksana yaitu wajib aini dan wajib kafai’.
3.Wajib dari segi kadar yang dituntut yaitu wajib muhaddad dan wajib ghairu muhaddad
4.Wajib dari segi tertentu tuntutan yaitu wajib mu’ayyan dan wajib mukhayyar.
1.Wajib yang berdasarkan waktu pelaksanaannya ini terbagi dua yaitu “Wajib Muthlak”dan “Wajib Mu-aqad”.
a.Wajib Muthlak
Wajib
Muthlak yaitu apabila diminta oleh syar’i itu memperbuatnya dengan
pasti,tidak jelas waktunya untuk melakukannya.seperti kifarat yang
diwajibkan bagi orang yang bersumpah dan yang melanggar sumpah.Untuk
berbuat ini tidak dijelaskan waktunya,dan orang yang melanggar sumpah
yang dilanggarnya.seperti haji,wajib bagi yang sanggup,kewajiban
mengerjakan hajinya tidak dijelaskan secara detail
tahunnya.(Wahab,khallaf,2005:126-127).Ada sebagian Ulama yang
berpendapat bahwa wajib muthlak (bebas) yang pelaksanaanya tidak
dibatasi oleh waktu tertentu,sehingga seandainya dilaksanakan sampai
batas akhir masa kemampuan unuk melaksanakan tidak berdosa.Sperti
mengqadha puasa ramadhan bagi orang yang tidak berpuasalantaran ada
“udzur”.(zahra,abu,2011:33).menurut imam hanafi qadha puasa ramadhan
boleh dilaksanakan kapan saja,tanpa dibatasi oleh waktu.Sedangka imam
syafii berpendapat,bahwa qadha tersebut dibatasi oleh tahun diman orang
tersbut meninggalkan puasa ramadhan.Demikian pula dengan masalh ibadah
haji,sebagian ulama berpendapat bahwa kewajiban haji tidak harus
dilaksanakan cepat,tetapi bisa dilaksanakan sewaktu waktu.
b.Wajib Muaqqad
Wajib
Muaqqad yaitu kewajiban yang pelaksanaanya ditentukan dalam waktu
tertentu dan tidak sah dilakukan diluar waktu yang ditentukan.Wajib
muaqqad ini dibagi menjadi tiga yaitu wajib muwassa’(mempunyai waktu luas)yaitu
kewajiban yang waktu untuk melakukan kewajiban itu melebihi waktu
pelaksanaan kewajiban itu sendiri.seperti waktu untuk shalat dhuhur
dimulainya dari tergelincirnya matahari sampai ukuran bayang bayang
sepanjang badan;atau sekitar tiga jam,sedangkan waktu untuk melakukan
shalat dzuhur sendiri adalah 10 menit.Dalam bentuk wajib muwassa’ diberi
kelapangan bagi mukallaf untuk melaksanakan kewajiban dalam rentangan
waktu yang ditentukan.tentunya dalam hal ini ada perbedaan ulama tentang
bagian waktu mana yang menjadi sebab wajibnya perbuatan itu,artinya
bagian yang merupakan tanda tertujunya titah pembuat hukum terhadap
mukallaf sebagai subjek hukum.hal ini seperti dalam Q.s al-isra ayat
78”laksanakan shalat karena telah tergelincirnya
matahari”.(syarifuddin,amir,2008:345-346).Sedangkan bagian dari wajib
muaqqad sendiri yang kedua adalah “wajib mudhayyaq”(mempunyai waktu sempit).Wajib
mudayyaq adalah suatu ibada h wajib ,diman waktu yang disediakan untuk
melaksanakannya sangat terbatas sehingga tidak cukup untuk melaksanakan
ibadah lain.seperti puasa dibulan ramadhan ,diman masa bulan itu hanya
dapat dipergunakan hanya untuk ibadah puasa ramadhan saja,tidak dapat
diisi dengan ibadah puasa lainnya.seperti yang tertera dalam Q.s
albaqarah:185 “karena itu barang siap diantara kamu hadir (di negeri
tempat tinggalnya )di bulan itu,maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu.”.
Sedangkan
pendapat madzhab hanafi,apabila seorang berniat menjalankan puasa sunat
pada bulan ramadhan,maka puasa tersebut masih dianggap sebagai puasa
fardhu ramadhan pada bulan tersebut.berarti ia telah mendesak kewajiban
puasa fardhu dari waktu yang telah ditentukan dan akan sia sia lah puasa
itu,karena ibadah fardhu harus didahulukan dari ibadah yang lain.
Ada
wajib dyzu syahaini adalah kewajiban yang pelaksanaannya dalam waktu
tertentu dan waktunya mengandung dua sifat tersebut diatas.dari satu
segi disebut muwassa’ dan dari segi lain ia adalah
mudhayyaq.Umpamanya ibadah haji,bahwa ibadah haji hanya satu kali dalam
satu tahun dan tidak dapat dalam tahun itu dilaksanakan ibadah haji
lainnya,disebut mudhayyaq.dari segi pelaksanaannya ibadah haji lebih
lebih sempit waktunya daripada waktu yang disediakan untuk melaksanakan
rangkaian ibadah haji ,ia disebut muwassa’.dengan demikian .ia memiliki
titik kesamaan dengan dua bentuk wajib diatas.karenanya di kalangan
ulama disebut dzu syahhainni.
2.Wajib berdasarkan segi pelaksana terbagi dua yaitu wajib aini dan wajib kafai’.
a.Wajib aini(fardhu ain) dan Wajib Kifai
wajib aini adalah
apa yang diminta syar’i yang mengerjakan itu pribadi mukallaf.Tidak
diberi pahala bila dikerjakan oleh mukallaf yang lain.seperti
shalat,zakat,haji,menepati janji,menjauhkan diri dari khamr dan
berjudi.sedangkan Wajib kifai yaitu apa yang diminta oleh
syar’i yang melakukannya itu sejumlah mukallaf .Bukan tiap tiap pribadi
dari mereka .sebab apabila telah dikerjakan oleh bebrapa orang maka yang
diwajibkan itu sudah terbayar,dan gugurlah dosa dariorang orang
selebihnya.dan sebaliknya apabila tidak dikerjakan oleh seoran maka
semua mukallaf berdosa.karena melalaikan yang wajib.seperti meshalatkan
jenazah,memadamkan kebakaran,meneyelamatkan orang karam.
3.Wajib dari segi kadar yang dituntut yaitu wajib muhaddad dan wajib ghairu muhaddad
Wajib
muhaddad adalah sesuatu yang dinyatakan oleh pembuat hukum kewajibannya
kadar yang ditentukan ,dengan arti bahwa mukallaf belum terlepas dari
tanggungnya terkecuali bila ia telah melaksanakannya sesuai dengan
jumlah yang telah ditentukan pembuat hukum syar’i.seperti zakat yang
ditentukan adalah zakat fitrah.Kewajiban zakat harta atau zakat fitrah
telah ditentukan kadarnya,dalam arti jika telah terpenuhi syarat syarat
wajib ,seorang harus melaksanakannya menurut ukuran yang ditentukan.Ia
belum dianggap melaksanakan kewajibannya kecuali kadar yang sudah
ditentukan telah dilaksanakannya.
Sedangakn
wajib Ghairu muhaddad yaitu suatu kewajiban yang pelaksanaanya tidak
ditentukan ukuran pembuat hukum(syar’i).Seperti nafkah untuk
kerabat.nafkah kerabat ini termasuk kewajiban yang tidak ditentukan
ukuran kadarnya untuk diberikan pada kerabat tersebut.contoh lain
kewajiban menafkahi istri ,sebagian ulama berpendapat bahwa nafkah istri
terhadap suaminya termasuk wajib muhaddad,walaupun mereka berbeda
pendapat dalam menetapkan kadar yang diberikan.ada yang mengatakan bahwa
nafkah itu diberikan kepada istri,semampu suami memberikan kepada
istri.Selain pendapat itu ada sebagian ulama yang menyebutkan bahwa pada
dasarnya memberi nafkah kepada istri merukan wajib ghairu muhaddad.Baru
ia menjadi wajib muhaddad.(syarifuddin ,amir,2008:354-355).
4.Wajib dari segi bentuk perbuatan yang dituntut/tuntutan yaitu wajib mu’ayyan dan wajib mukhayyar.
Wajib
muayyan(kewajiban tertentu) yaitu Apa apa ayang dituntut oleh pembuat
hukum suatu perbuataban yang sudah tertentu artinya subjek hukum baru
dinyatakan telah menunaikan tuntutan bila sesuatu yang tertentu itu
telah dilaksanakannya dan tidak ada pilihan untuk pilihan
lainnya.misalnya membayar hutang yang harus dibayarkan kepada orang yang
dihutangi.
Wajib
mukhayyarl yaitu sesuatu yang dituntut oleh pembuat hukum untuk
dilaksanakan dengan memilih salah satu diantara hal yang telah
ditentukan,artinya tangguang jawab dari yang dituntut baru dinyatakan
telah terlaksana bila iia telah melakukan satu pilihan dari beberapa
kemungkinan yang ditentukan.misalnyapilihan diantara dua hal adalah
pilihan pembebasan tawanan dan uang tebusan,sebagiman dalam Q.s
muhammad(47):4.,almaidah:89 .
حَتَّى إِذَا أَثْخَنْتُمُوهُمْ فَشُدُّوا الْوَثَاقَ فَإِمَّا مَنًّا بَعْدُ وَإِمَّا فِدَاءً حَتَّى تَضَعَ الْحَرْبُ أَوْزَارَهَا Q.s muhammad(47):4
Hingga
kamu telah banyak membeunuh mereka maka tawanlah mereka ,kukuhkan
ikatan mereka :adakalanya engkau bebaskan sesudah itu dan adakalanya
engkau terima tebusan dari mereka sampai terjadi perletakan senjata.
2.1.2. Sunat/mandub
Sunat
atau mandub dalam fiqh merupakan tuntutan untuk memeperbuat secara
tidak pasti dengan arti perbuatan itu dituntut untuk
dilaksanakan.Terhadap ayang melaksanakan ,berhak mendapat ganjaran akan
kepatuhannya,tetapi bila tuntutan tersebut tidak dilakukan atau
ditinggalkan maka tidak apa apa.oleh karena itu yang mennggalkan itu
tidak mpatut mendapat ancaman dosa.Tuntutan seperti ini disebut
Nadb.pengaruh tuntutan terhadap perbuatan disebut Nadb juga;sedangkan
perbuatan yang dituntut disebut mandub.seperti memberi sumbanagn ke
panti jompo,shodaqah dan lainnya.secara bahasa mandub adalah seruan untuk sesuatu yang penting.adapun dalam artian definisi yaitu sesuatu yang dituntut untuk memmeprbuatnya secara hukum syar’i tanpa ada celaan terhadap orang yang meninggalkan secara muthlak.(syarifudin
amir,2008:361).Sedangkan dalam kelompok syiah berpendapat bahwa mandub
adalah suatu perintah yang rajih,sangat baik untuk dikerjakan ,tetapi
juga boleh untuk ditinggalkan (Zahra,abu,2011:46).Sedangkan dalam mandub
sendiri ada beberapa bagian.Yaitu Mandub dari segi selalu dan tidak
selalunya nabi melakukan perbuatan sunah.terbagi menjadi dua yaitu Sunah
muakkadah dan sunah ghairu muakkad.Sedangkan diilihat dari segi
kemungjakinan meninggalkan perbuatan juga terbagi dua yaitu sunah
hadyu,sunah zaidah dan sunah nafal.
a. segi selalu dan tidak selalunya nabi melakukan perbuatan sunah
Sunah
muakkad yaitu perbuatan yang selalu dilakukan oleh nabi disamping ada
keterangan yang menunjukkan bahwa perbuatan itu bukanlah sesuatu yang
fardhu.misalnya shlat witir,dua raka’at fajar sebelum shhaalat
shubuh.Sebagian ulama menyatakan bahwa orang yang meninggalkannya
dicela,tetapi tidak berdosa,karena orang yang meninggalkan secara
sengaja berarti menyalahi sunah yang biasa dilakukan nabi.
Ada
yang mendefinisikan bahwa sunnah muakkad adalah suatu sunah yang
dijalankan oleh rasulallah saw secar kontinyu,tetapi beliau menjelaskan
bahwa hal tersebut bukan fardhu yang harus dikerjakan.seperti shalat dua
rakaat sebelum dhuhur,shubuh,shalt witir dan
lainnya.(zahhrah,abu,2001:46)
Sunah
ghairu muakad yaitu sunnah yang dilakukan oleh nabi tetapi nabi tidak
melazimkan dirinya untuk berbuat demikianseperti shalat sunah 4 rakaat
sebelum dzuhur dan sebelum ashar.Ada yang mengartikan bahwa sunah ini
tidak dikerjakan oleh rasul secara kontinyu.
(b). Dari segi kemungkinan meninggalkan perbuatan
Sunah
hadyu yaitu perbuatan yang dituntut untuk melakukannya karena begitu
besar faedah yang didapat darinya dan orang yang meninggalkannya
dinyatakan sesat dan tercela;bahakan bila satu kelompok kaum sengaja
meninggalkannya secara terus menerus,maka kelompok ini harus
diperangi.sunah dalam bentuk ini merupakan kelengkapan dari kewajiban
keagamaan,seperti adzan,shalat jamah,shalat hari raya.Jika dikategorikan
sunah ini masuk kepada sunah muakkad karena besar pahalanya.
Sunah
zaidah yaitu sunah yang apabila dilakukan oleh mukallaf dinyatakan baik
tetapi bila ditinggalkan ,yang meninggalkannya tidak diberi sanksi apa
apa.seperti cara cara yag biasa dilakuakn oleh nabi dalam kehidupan
sehari harinya,senah zaidah ini tempatnya adalah dibawah derajat sunah
ghairu muakkad.
Sunah
nafal yaitu suatu perbuatan yang dituntut sebagai tambahan bagi
perbuatan wajib,seperti shalat sunah 2 rakaat yang mengiringi shalat
wajib.shalat tahajudd,witir dan lainnya yang dalam istilahnya disebut
sunah ghairu muakkadah.
Ada
perbedaan pandangan antara madhab syafii dan Hanafi dalam memandang
hukum menghentikan perbuatan sunah.Sunah sendiri merupakan perbuatan
jika dilakukan mendapat ganjaran tetapi jika tidak dikerjakan tidak apa
apa.Menurt ulama syafii bahwa hukum menyelesaikan perbuatan sunnah sama
dengan hukum memulai perbuatan sunah itu.Karena tidaklah merupakan
keharusan untuk menyelesaikannya.Oleh karena itu bila disengaja
membatalkannya tidak apa apa.dan tidak wajib menganti atau
mengqadha.dalam kesempatan berikutnya.Alasan kalangan ini karena
seseorang diberi hak pilih untuk memeperbuatnya dan dengan denikian dia
juga berhak untuk tidak memilih untuk tidak melanjutkannya.Bila ia tidak
wajib melanjutkan berrarti ia tidak wajib meng-qadha yang
ditinggalkannya itu.(Syarifudin,amir,2008:364)
Sedangkan
ulama hanafiyah berpendapat bahwa meskipun sunah itu tidak wajib
dilakukan,tetapi bila sudah mulai dilakukan ,wajib dia
menyelesaikannya,alasannya bial seorang sudah memulai pekerjaan baik
yang berhak atas pahala,maka ia sudah melakukan amalan baik atau
ibadah.mereka mengambil dalil alquran yng tertera dalm Q.s Muhammad(47)
ayat 33.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ (33)
Hai
orang orang yang beriman patuhlah kamu kepad Allah dan patuhlah kamu
kepada Rasul janganlah kamu batalkan amal perbuatnmu (Q.s Muhamad:33)
2.1.3.HARAM
Tuntutan
untuk menianggalkan secar pasti denagn arti yag dituntut harus
meninggalkannya.Bila seorang meninggalkannya berarti ia telah patuh
kepada yang melarang.karenanya ia patut mendapat ganjaran orang yang
tidak meninggalkan larangan berarti ia menyalahi tuntutan
Allah.Karenanya patut mendapat ancaman dosa Tuntutan dalam bentuk ini
disebut tahrim.Pengaruh tuntutan terhadap perbuatan
disebut”hurmah”.perbuatan yang dilarang secar pasti disebut muharram
atau haram.
Haram
secara bahasa berarti sesutau yang lebih banyak kerusakannya.kadang
kadang digunakan dalam arti larangan..dalam istilah hukum haram adalah
sesuatu yang dituntut syar’i(pembuat hukum)untuk tidak memeprbuatnya
secara tuntutan yang pasti.sedangkan istilah haram menurut pendapat
ulama jumhur yang mengartikan haram yaitu larangan Allah yang pasti
terhadap suatu perbuatan,baik ditetapkan dengan dalil yang qathi maupun
dalil zhanni.Menurut mereka dalil dalil zhanni itu dapat dijadikan
argumentasi dalam amal perbuatan.
Sedangkan
menurut madzhab hanafi ,hukum haram harus didasarkan pada dalil qathi
yang tidak mengandung keraguan sedikitpun.sehingga kita tidak
mempermudah dalam menetapkan hukum haram,sebgaimna Q.s an-nahl ayat
116.Sedangkan abu hanifah,abu yusuf dan muhamad malah menyebutnya makruh
saja,agar tidak dikatakan haram.Contoh dari hukum haram yaitu makan
bangkai kecuali bangkai ikan,minum khamr,berzina,membunuh seorang yang
diharamkan Allah tanpa ada hak.Dari contoh diatas merupakn perbuatan
yang membawa hukum haram bagi perbuatan itu.Ada landasan dasr hukum
haram adalah karena adanya bahaya yang nyata yang tidak diragukan
lagi.setiap perbuatan yang diharamkan syara’ pasti mengandung
bahaya,sedangkan perbuatan yang dibolehkan syara’pasti mengandung
kemanfaatan yang banyak.atas dasar tersebut hukum haram ini terbagi
menjadi dua yaitu haram li-dzatih dan haram lighairi aridhi.
(a)Haram
li-dzatih yaitu perbuatan yang diharamkan oleh Allah karena bahaya
tersebut terdapat dalam perbuatan itu sendiri.seperti makan bangkai,
minum khamr, berzina,mencuri yang bahayanya berhubungan langsung dengan
lima hal yang harus dijaga yatu badan,keturunan,harta benda,akal dan
agama.Perbuatan yang diharamkan li-dzatihh adalah bersentuhanlangsung
dengan salah satu dari lima tersebut.
(b)
Haram lighairi’aridhi yaitu perbuatan yang dilarang oleh syara’,dimana
adanya larangan tersebut bukan terletak pada perbuatan itu
sendiri,tetapi perbuatan tersebut dapat menimbulkan haram
li’dzatih.seperti jual beli barang secar riba diharamkan karena dapat
menimbulkan riba yang diharamkan karena dzatiyahnya sendiri.contoh laim
membeli barang yag sudah ditawar oleh orang
Perbedaan
antar haram lidzatih dengan lighairih adalah bahwa haram lidzatihi
tidak diperbolehkan sama sekali,kecuali dalam keadaan
darurat(terpaksa).alasannya karena haram lidzatih adalah langsung
berhubungan dengan hal hal yang sangat vital,sehingga keharaman tersebut
tidakk dapatdihilangkan,kecuali oleh sebab vital juga.jika meminum
khamr diharakan karena merusak akal fikiran.maka khamr tersebut tidak
boleh kecuali orang yang bersangkutan dikhawatirkan akan mati lantaran
dahaga.jadi dharurat yang memeperbolehkan perbuatan yang diharamkan
adalah karena dharurat tersebut langsung berhubungan dengan masalah yang
amat vital.sedangkan haram lighairih boleh dikerjakan bila ada
hajat,meskipun tidak sampai tingkat darurat (terpaksa).alasannya tidak
berhubungan langsung dengan masalah yang vital.karena itu,bagi seorang
dokter yang akan mendiagnose untuk memberikan terapai pada pasien
perempuan, diperbolehkan melihat auratnya apabila untuk memberikan
terapi tersebut memang mengharuskan melihat auratnya.(zahrah
abu,2011:54)
2.1.4.MAKRUH
Tuntutan
untuk meninggalkan atau larangan secar tidak pasti dengan arti masih
mungkin ia tidak meninggalkan larangan itu.Orang yang
meninggalkanlarangan berarti ia telah mematuhi yang
melarang.Karenanya ia patut mendapat ganjaran pahala Tetapi karena tidak
pastinyalarangan ini,maka yang tidak meninggalkan larangan tidak
mungkin disebut menyalahi yang melarang.Karenanya ia tidak berhak
mendapat ancaman dosa ,larangan dalam bentuk ini disebut
karahah.Pengaruh larangan tidak pasti terhadap perbuatan yang dilarang
secar tidak pasti disebut makruh.seperti merokok.
Seadangkan
jumhur ulama’mendefinisikan makruh adalah suatu larangan syara’
terhadap suatu perbuatan,tetapi larangan tersebut tidak bersifat
pasti,lantaran tidak ada dalil yang menunjukkan atas haramnya perbuatan
tersebut.hal ini tertera dalam surah almaidah ayat 101.Sedangkan madzhap
hanafi mendefinisikan haram yaitu larangan Allah terhadap sesuatu
perbuatan berdasarkan dalil qathi(pasti) yang tidak mengandung keraguan
sedikitpun,berarti tidak memasukkan larangan yang didasarkan pada dalil
dzanni yang masih mengandung keraguan dalam haram,danm mereka memasukkan
larangan tersebut dalam kategori makruh.Makruh dibagi menjadi dua yaitu
makruh tahrimdan makruh tanzih.
Makrh
tahrim yaitu larangan yang pasti yang didasarkan pada dalil dzanni yang
masih mengandung keraguan,seprti memakai sutera,cincin dari emas dan
perak bagi kaum laki laki,poligami bagi orang yang khawatir tidak dapat
berbuat adil.makruh ahrim ini merupakan lawan dari hukum wajib.
Makruh
tanzih yaitu suatu larangan syara’ terhadap suatu perbuatan,tetapi
larangan tersebut tidak bersifat pasti,lantaran tidak ada dalil yang
menunjukkan atas haramnya perbuatan tersebut.makruh tanzih ini merupakan
lawa dari hukum mandub sunat.Menueurt jumhur ulama ,pelaku yang berbuat
makruh ini tidak dicela ,sedangkan orang yang meninggalkannya adalah
terpuji.menurut pendapat hanafi,pelaku makruh tahrim tergolong
tercela,sedangkan pelaku makruh tanzih tidak,dan orang yag meninggalkan
kedua macammakruh tersebut adalah terpuji.
2.1.5 MUBAH
Titah
Allah yang memberikan kemungkinan untuk memilih antara mengerjakan atau
meninggalkan.Dalam hal ini sebenarnya tidak ada tuntutan ,baik
mngerjakan maupun meninggalkan.Ia tidak diperintahkan.bila seorang
mengerjakan ia tidak diberi ganjaran dan tidak pula diancam atas
perbuatan itu.ia juga tidak dilarag berbuat.kerenanya ia bila ia
melakukan perbuatan itu atau tidak ia tidak diberi ganjaran.dan tidak
pula mendapat ancaman,hukum dalam bentuk ini disebu “ibahah”.pengaruh
titah terhadap perbuatan disebut ibahah juga.sedangkan perbuatan yag
diberi pilihan untuk berbuat atau tidak disebut mubah.seperti melakukan
perburuan setelah tahallul dalam ibadah haji.Sedangkan menurut imam
Asy-syaukani mendefinisakna mubah yaitu suatu perbuatan yang apabila
dikerjakan atau ditinggalkan sama sam tidak memperoleh pujian,terakadang
mubah sendiri itu dimaksudkan untuk suatu perbuatan yang tidak
mengandung resiko apabila dikerjakan,meskipun pada mulanyaperbuatan
tersebut diharamkan.sperti membunuh otrang yang murtad itu
diperbolehkan(mubah)dan pelakunya tidak terkena resiko apap apap namun
ada masalah soisla yang nantiya kan dihadapi.
Iamm
assyatibi membagi mubah ditinjau dari segi penggunannya menjadi empat
bagian,yaitu mubah yang dipergunakan untk melayani suatu perintah yang
diwajibkan yang disebut mubah juz’i(temporer),tapi secar
kully(keseluruhan)diperintahkan seperti makan,seseorang tidak
diperbolehkan meninggalkan selama lamanya.
Mubah
yang dipergunakan untuk melayani suatu perbuatan yang dilarang,sevcara
temporer perbuatan tersebut diperbolehkan,tetapitidak bolehdikerjakan
terus menerus,seperti bergurau,mendengarkan radio diperbolehkan secar
temporer.,tetapi seorang yang berakal seat tidak boleh menghabiskan
waktunya hanya untuk sendau gurau,mendengakan radiodam lainnya.Seangkan
mbah yang digunakan untuk melayani perbuatan ya mubah.Terakhir mubah
yang tidak dipergunakan untuk melayani apa apa.(al-muwaffaqat,juz
1,hal,141-142).
2.2 Hukum Wadh’i
Hukum
wadh’i sendiri adalah titah Allah yang berbentuk wadh’i ,yang berbentuk
ketentuan yang ditetapkan Allah tidak langsung mengartru perbuatan
mukalaf,tetapi berkaitan dengan perbuatan mukallaf ituseperti
tergelincirnya matahari menjadi sebab masuknya waktu dhuhur.hukum wadh’i
sendiri terbagi menjadi lima yaitu sebab,Syarat,Mani’,Rukhsah,Sah dan
Batal.
2.2.1 Sebab
Definisi
sebab yaitu apa yang dijadikan alamat oleh syari’terhadap
musababnya,dan mengikat adanya musabab itu dengan wujud a’dam(tidak
adanya)dengan a’damnya.Maka tetap dari adanya sebab maka adanya
musabab.Dan dari adanya a’dam maka adanya a’dam nya itu.Ini adalah
urusan zahir ang tidak bisa di bantah.syari menjadikan alamat kepada
hukum syari’yaitu musabbabnya.Telah dikemukan dalam pembahasan ilat pada
kias tiap tiap ilatbagi hukum dinamakan sebabnya,Bukan tiap tiap sebab
bagi hukumdinamakan illatnya.Sabab secar bahasa dapat diartikan sesuatu
yag dapat menyampaikan kepada apa yang dimaksud.secar aistilah sebab
yaitu sesuatu yang jels dapat diukur ,yang dijadika pembaut hukum
sebagai tabda adanya hukum ;lazim dengan adanya tanda ada hukum dan
dengan tidak adanya,tidak ada hukum.Seperti masuknya bulan ramadhan
menjadi tanda datangnya bulan ramadhan,dan kewajiban puasa harus
dijalankan setapumat muslim.
Pembagian
sabab ada dua yaitu Sabab yang berada diluar batas kemampuan mukallaf
ialah sabab yang dijadikan Allah Allah SWT.seabgai pertanda atas adanya
hukum.sebagi pertanda atas adanya hukum .Kita tidak bisa mengetahui
kenapa hal itu yang dijadikan Allah sebagai tanda dan sabab.seperti
tergelincirnya matahari menjadi sababmasuknya waktu dzuhur sebgaiman
fieman Allah Q.s al-isra(17):78.
Kedua,sabab
yang berada dalam batas kemampuan akal mukalafialah sabab dalam bentuk
perbuatan muakllaf yang ditetapkan oleh pembuat hukum akibat
hukumnya,artinya perbuata muaklaf yang nyata dijadikan pertanda adanya
hukum.seperti keadaan dalam perjalanan menjadi sabab bolehnya mengqashar
shalat.Perjalan dijadikan sebagai sabab bolehnya mengqashar shalat.
2.2.2 Syarat
Syarat
menurt abu zahrah yait sesuatu yang tergantung kepadanya adanya
hukum;lazim dengan tidak adanya ,tidak ada hukum;tetapi tidaklah
lazimdengan adanya,ada hukum.contohnya wali dalam perkawinan yang
menurut jumhur ulama’merupakan syarat.Denagn tidak adanya wali pasti
tidak sah.tetapi dengan adanya wali pernikahan akan sah.tetapi belum
tntu sah bila syaratnya belum terpenuhi,seperti harus adanya saksi,akad
dan lainnya.Pembagian syarat ada tiga yaitu syarat aqli,’adidan syar’i.
Syarat
aqli seperti kehidupan menjadi syarat utuk dapat menegtahui,adanya
paham menjadi syarat untuk adanya taklif atau beban hukum.Sedangkan
syarat ‘adi yaitu berdasarkan atas kebiasaan yang berlaku;seprti
bersentuhnya api dengan barang yang dapat terbakar menjadis yarat
berlangsungnya kebakaran.Sedangkan syarat syari’yaitu berdasarkan
penetapan syara’,seperti sucinya badan menjadi syarat untuk shalat.Nisab
menjadi syarat wajibnya zakat
2.2.3. Mani’(Penghalang)
Definisi
mani yaitu apa yang tidak berpisah dari adanya dan tidak adanya
hukum.Atau batal sebab menetapkan adanya sebab syari’ dan semua syarat
syaratnya itu mencukupi,atpi terdapat mani(penghalang).Sebagaiman
apabila terdapat suami istri yang sahmatau karib,tapi dilarang
menertibkan waris kepada salah satu dari keduanyaini.seperti ada
seseorang mewariskan sesuatu dan disamping apa yang diwariskannya itu
ada pula utang piutang.
Mani
dalam istilah ushul fiqih yaitu perintah disamping menetapkan sbab dan
mencukupi syarat syaratnya.Orang dilarang menertibkan musabah teradap
sebabnya.yang hilang syarat tidak dinamakan mani;
2.2.4.Rukhsah dan Azimah
Apa
yang disyariatkan Allah dri hal hukum hukum yang meringnakan kepada
mukallaf dalam hal hal yang khusus memperlakukan keringanan.Atau
emmperbolehkanapa yang dilarang dengan dalil disamping menegkkan dalil
larangan.sedangkan azimah adalah apa yang disyariatkan allah ,berasal
dari hukum hukum umum yang tidak dikhususkan dengan hal selain dari
hal,dan tidak pula mukallaf selain dari mukallaf.Macam macam rukhsah
sendiri ad beberapa diantarana,Rukhsah memperbolehkan pa yang dilarang
diwaktu darurat,seperti orag yang kelaparan dan disitu terdapat bangkai
maka dibolehkannya makan bangkai.Ada rukhsah memperbolehkan meninggalkan
yang wajib,karena ada halangan untuk melakukannya bagi mukallaf.seperti
bagi orang sakt atau dalam keadaan perjalanan pada bulan ramadhan
diperbolehkan tidak berpuasa.
Sedangkan
menurut ulama hanafi membago dua rukhsah yaitu tarfiah dan
isqath.Rukhsah tarfiah yaitu hukum azimah,sifatnya tetap dan dalilnya
kuat.Rukhsah ini diadakan untuk meninggalkan,meringankan,memberatkan
mukallaf,dalam hal ini orang memisalkan dengan orang yang tidak suka
akan ucapan yang dikeluarkan dengan kata kata kafir.Atau melenyapkan
harta orang lain.
2.2.5 Sah dan Batal
Sha
menurut syariat yaitu hadis hadis syar’i tersusun diatasnya.Apabila
yang mengerjakannya itu mukallaf.mengerjakan perbuatan wajib
atasnya.seperti sembahyang,puasa,zakat,dan haji.simukallaf ini
menegrjakan dengan rukun rukun dan syarat syaratnya sempurna.,amaka
gurlah yang wajib itu dari dia.dan lepaslah tanggung jawabnya.sedangkan
batal adalah ibadat itu tidak memadai dan melepaskan tanggung jawab
serta belum menggugurkan kewajiban qadha.Seperti dalam pernikahan jika
akad nikah diucapkan oleh si laki laki secara sempurna,lantang dan
lancar tidak ada jeda maka sah dia dalam mengucapkannya sehingga sah
dalam prosesi pernahan itu,dan jika sebaliknya maka akan batal dan harus
mengulang lagi.
3.Pembuat Hukum (hakim)
Hakim
atau pembuat hukum adalah hal pentimg dalam hukum syara’.Siapakah hakim
itu di dalam hukum syara’?.hakim bisa diartikan orang yang merupakan
sumber dari hakim.Di sebgaian besar ulama berpendapat bahwa yang menjadi
sumber hukum syar’i bagi seluruh perbuatan mukallaf ialah Allah
swt.Sama saja baik yang berupa pernyataan hukum bagi perbuatan mukallaf
langsung dari nash yang diwahyukan oleh Allah kepada rasulNya.maupun
yang merupakan petunjuk kepada mujtahid bagi hukum dari hal perbuatan
mukallaf dengan perarntara dalil,atau perintah yang disyariatkan untuk
mengumpulkan hukum hukumnya.dalam hal ini ulama sepakat mengatakan
tentang definisi hukum syari’,bahwa firman Allah yang bersangkut an
dengan perbuatan mukallaf itu dituukan,atau dipilih,atau
ditempatkan.dari mereka itu perkataan termasyhur, berbunyi:tidak ada
hukum selain Allah Swt.Dalam mengetahui hukum Allah ini terdapat
perbedaan pendapat.
Pendapat
kalangan Al-asyariah pengikut abu hasan al asyariyah mengatakan bahwa
tidak mungkin akal menegetahui hukum Allah dalam perbuatan
mukallaf,kecuali dengan perantara rasul dan kitab.kerena akal itu
berbeda beda kemampuannya dalam menilai perbuatan.Sebagian kal itu
menganggap baik beberapa perbuatan itu,dan sebgaian menganggap
buruk.Alasannya karena kebanyakan akal di kalahkan oleh nafsu.sehingga
tidak mungin dikatakan ,apa yang diperhatikan oleh akal itu baik maka
adalah baik di siis Allah.Dalam pandangan madzhab ini yang dianggap baik
yaitu dari perbuatan mukallaf yang sesuai dengan syari’,bahwa dia
adalah baik dengan memperbolehkannyaatau disuruh memperbuatnya.
Sedangkan
pendapat lain yaiotu madzhab mu’tazilah yang beranggapan Bahwa ada
kemungkinan orang mengetahui hukum Allah dalam perbuatan mukallaf itu
sendirinya.tanpa perantara kitab dan rasul.Karena tiap tiap perbuatan
yang dikerjakan oleh mukallaf itu padanya itu terdapat sifat sifat dan
mempunyai kemampuan berfikir yang dapat membedakan mudharat dan
manfaat.Akal itu mampu membina atas sifat sifatperbuatan.Dan apa yang
tersusun diatasanya itu ada yang bermanfaat dan ada pula yang
mudharat.maka hukumlah yang menenntukan yang baik dan buruk.Hukum Allah
terhadap perbuatan itu dapat di perhitungkan menurut akal mana yang
bermanfaat dan man pula yang mudharat,Allah mmeinta para mukallaf
memeperbuat apa pa yang bermanfaat kepada mereka menurut perhitungan
akal mereka itu.dan sebaliknya menunggalkan mana yang menimbulkan
kemudharatan terhadapnya. (wahab,Khalaf,2005:115)
4.Objek Hukum (mahkum Bih)
Setelah
saya paparakan sipakah hakim dalam pembuat hukumi itu selanjutnya saya
akan bahas siapakah objek hukum dalam hukum syara’.mahkum bih yaitu
perbuatan mukallaf yang bersangkutan dengan hukum syar’i.sesuai dengan
Q.s almaidah yat 17 “hai orang orang yang beriman,tepatilah janji.”ada
juga yang mengartikan objek hukum adalah sesuatu yang dikehendaki oleh
pembuat hukum untuk dilakukan atau ditinggalkan oleh manusia.atau
dibiarkan oleh pembuat hukum untuk dilakukan atau tidak.
Sedangkan
menurut ahli fiqih objek hukum ialah sesuatu yang berlaku padanya hukum
syara’.Objek hukum adalah perbuatan itu sendiri.hukum itu berlaku pada
perbuatan dan bukan pada zat.seperti daging babi.pada daging babi itu
tidak berlaku hukum ,baik suruhan atau larangan .berlakunya hukum
laranagn adalah pada “memakan daging babi”yaitu sesuatu perbuatan
memakan,bukan pada zat daging babi itu.
5.Subjek Hukum (mahkum Alaih)
Ada
objek hukum tentunya ada subjek hukum.Subjek hukum disini adalah
perbuatan mukallaf yang menyangkutkan hukum syar’i.dan diisyaratkan si
mukallaf itu untuk mensahkan taklifnya menurut syariat atas dua
syarat.Pertama hendaklah dia mampu memahami dalil taklif bahwa dia mampu
memahami undang undang yang dipaksakan kepadanya itu dari Al-quran dan
sunah.Itu sendiri atau dengan perantara.Orang yang tidak sanggup
memahami dalil taklif itu maka tidak mungkin diamelaksanakan apa yang
dipaksakan kepadanya itu dan tidak akan berhasil apa yang dimaksudkannya
itu.kemampuan memahami dalil taklif itu hanya dapat dengan
mempergunakan nash nash yang disusun oleh ahli ahli fikir yaitu dengan
mempergunakan akal.
Sedangkan
ada juga yang mndefinisikan bahwa subjek hukum ialah orang orang yang
dituntut oeh Allah untuk berbuat dan segala tingkah lakunya telah
memperhitungkan berdasartuntutan Allah itu.Dalam ushul fiq subjek hukum
ini dalah mukallaf atau orang orang yang dibebani hukum atau mahkum
alaih.yaitu orang yang kepadanya diperlakukan hukum.Tentunya ada bebrapa
hala yang harus dipahami oleh mukallaf yaitu paham atau mengetahui
kitab Allah.yang menyatakan bahwa ia terkena tuntutan untuk
melakukan.kedua,seorang muakallaf telah mampu menerima beban taklif atau
beban hukum .kecakapan menerima taklif atau yang disebut ahliyah adalah
kepantasan untu menerima taklif.kepantasan itu ada dua macam yaitu
kepantasan untuk dikenai hukum dan kepantasan untuk menjalankan hukum.
III.Kesimpulan
Kalangan
Ahli Ushul fiqh,hukum syara’adalah“Khitab(titah) Allah yg menyangkut
tindak tanduk mukallaf dalam bentuk tuntutan,pilihan berbuat atau
tidak;atau dalam bentuk ketentuan ketentuan.”Contoh: “Kerjakanlah
Shalat”,Janganlah kamu memakan harta org lain secara bathil. para ahli
fiqh membagi dua bagian dalam hukum syara’.Pertama hukum taklifi dan hukum Wadh’i.
hukum Taklifi yaitu hukum yang menjelaskan tentang perintah
larangan,dan pilihan untuk menjalankan sesuatu atau
meninggalkannya.Contoh hukum yang menunjukkan perintah adalah
“dirikanlah shalat”,membayar zakat dan menunaikan ibadah haji ke
baitullah. madzhab hanafi membagi hukum taklifi ini menjadi tujuh
yaitu,fardhu,wajib,mandub(sunat),Makruh tahrim,makruh Tanzih,haram dan
mubah.Sedangkan Hukum wadh’i sendiri adalah titah Allah yang berbentuk
wadh’i ,yang berbentuk ketentuan yang ditetapkan Allah tidak langsung
mengartru perbuatan mukalaf,tetapi berkaitan dengan perbuatan mukallaf
ituseperti tergelincirnya matahari menjadi sebab masuknya waktu
dhuhur.hukum wadh’i sendiri terbagi menjadi lima yaitu
sebab,Syarat,Mani’,Rukhsah,Sah dan Batal. hakim bisa diartikan orang
yang merupakan sumber dari hakim.Di sebgaian besar ulama berpendapat
bahwa yang menjadi sumber hukum syar’i bagi seluruh perbuatan mukallaf
ialah Allah swt. objek hukum adalah sesuatu yang dikehendaki oleh
pembuat hukum untuk dilakukan atau ditinggalkan oleh manusia.atau
dibiarkan oleh pembuat hukum untuk dilakukan atau tidak. menurut ahli
fiqih objek hukum ialah sesuatu yang berlaku padanya hukum syara’.Objek
hukum adalah perbuatan itu sendiri.hukum itu berlaku pada perbuatan dan
bukan pada zat.seperti daging babi. Subjek hukum disini adalah perbuatan
mukallaf yang menyangkutkan hukum syar’i.dan diisyaratkan si mukallaf
itu untuk mensahkan taklifnya menurut syariat atas dua syarat.Pertama
hendaklah dia mampu memahami dalil taklif bahwa dia mampu memahami
undang undang yang dipaksakan kepadanya itu dari Al-quran dan sunah.Itu
sendiri atau dengan perantara.Orang yang tidak sanggup memahami dalil
taklif itu maka tidak mungkin diamelaksanakan apa yang dipaksakan
kepadanya itu dan tidak akan berhasil apa yang dimaksudkannya
itu.kemampuan memahami dalil taklif itu hanya dapat dengan mempergunakan
nash nash yang disusun oleh ahli ahli fikir yaitu dengan mempergunakan
akal.
Daftar Pustaka
1.Abdul wahab khalaf, ilmu ushul fiqh, PT rineka cipta, Jakarta:2005
2. Syarifuddin,amir,Ushul fiqh, Prenada media group, Jakarta:2008
3.Abu Zahrah Muhammad, Ushul fiqh,PT Pustaka Firdaus, Jakarta: 2011http://hukumsyaradalamushulfiqh.blogspot.com/2012/03/hukum-syara-dalam-ushul-fiqh.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar