"Cinta itu besar, namun apakah 'si Besar' pantas mendapat cinta yg Besar juga?"
Pipiku terasa gatal setelah kurang lebih 8 jam bergesekan dgn
rambut 'Besar'ku. Ya, aku Gadis Besar dengan rambut yg besar juga.
Keriting ombak maksudnya. Kalau orang bilang 'Rambut Singa'. Rasanya
enggan berpisah dengan singgasana besar yg sejak dulu 'mampu' bertahan
menopang tubuhku yg kian tahun makin membesar. Namun waktu memaksaku
untuk segera menapakkan kaki menuju kamar mandi. Dengan rambut yg
mengembang acak juga dengan kotoran mata (read:belek) yg ukurannya
hampir menyerupai saudaranya, kotoran hidung (read:upil), aku menyeret
kaki dengan kasar menuju kamar mandi. Berjalan seraya menggaruk kepala
yg sesungguhnya tidak gatal sama sekali dan mengucek mata utk sekedar
mengurangi kadar 'sesuatu' yg sedang menghuni pinggiran mata. Bagai baru dilahirkan kembali di dunia ini, aku merasa segar. Hiks
berlebihan. Oke, tujuan ku selanjutnya ialah Meja Makan. Adalah tempat
favourite kedua di bangunan yg di sebut Rumah ini. Dengan masih
menyematkan handuk di tubuh juga kepala, aku mencicipi satu piring nasi
goreng buatan Bulek (Bibi).
"Weeehhh pake baju dulu nduuk!! Kebangetan!"
Dan aku pun segera mengeluarkan jurus seribu bayangan. Kabur. Lari.
Dan apapun sebutan lainnya. Satu yg kutakutkan. Ikatan handuknya lepas
saat ku berlari. -_-
Hari ini aku merasa cantik. Ya, hanya aku yg merasa begitu. Hahaha
sedih sekali. Tidak tidak.. Tak ada yg spesial dariku di setiap harinya.
Tapi aku harap sekali saja ada yg menganggapku seperti itu. Aku
memandangi bayangan tubuhku dari ujung kepala hingga kaki. Tak ada yg
spesial. Aha! Aku lupa. Aku punya sesuatu yg spesial. Yaitu, gundukan
lemak yg bersarang abadi di perut, lengan, dan paha. Oooh mengapa dirimu
memilih menjadi abadi di dalam tubuhku, wahai Lemak. Gumamku saat
terpaku melihat bayanganku sendiri. Tubuhku 2x bahkan 5/2x lebih besar
di banding teman" seumuranku. "Bu" adalah panggilan yg lebih sering
kudengar dibandingkan "Mba" apalagi "Dek". Hhh.. Wajar.. Memang terlihat
seperti "Ibu-ibu".
"Nduuk... Reva udah nyamper tuh. Cepetan." teriakan Bulek menghempaskan
semua lamunanku.
"Iya, Bulek. Sebentar." jawabku seraya merapihkan kerudung yg sebenarnya
sudah rapih.
"Aku berangkat, yaa.. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam" jawabnya lembut.
*
"Pagi bener lu nyampernya"
"Ini hari senin, Ndut. Lupa lo?"
"Alibi aja lu, Re. Mau modus kan?" bukan jawaban yg aku dapatkan
melainkan cubitan yg mendarat di landasan yg cukup strategis. Perut.
"Sakit!!" gerutuku. Sedangkan Reva tertawa menang.
Ritual kami di hari senin adlh dtang lbh awal. Mengapa? Karenaa....
Orang yg kami sukai sama" mnjdi ptugas upacara di stiap mnggunya. Tapi,
nasib baik lbh brpihak pd Reva. Stiap kita dtang & mlewati para
ptugas upacara yg sdng ltihan, psti Reva mndpat respon positif dr Dera,
lelaki yg ia sukai. Sedang aku......hnya dpat mmandanginya dbalik tbuh
Reva. Aku tdk mau knsentrasinya trgnggu hnya krna mlihat buntalan daging
yg di bngkus kemeja putih dgn rok abu" lewat tngah lpangan. Hhh..
Itulah hobby-ku, mmprhatikannya tnpa ia sdari. Atau mmang ia tak mau
mnyadari?
Aku baris di brisan kdua tpatnya dibelakang Reva. Senin ini Reva mmilih
brisan plng dpan krna yg dtgskan sbg pmimpin upacara adlh Dera. Psti
akn ada scene 'romance' dsni. Jika dbyangkan mkin mmbuat iri. Sudahlah..Namun, bak ada angin dr gunung Everest yg mlintas, aku mrasa segar
dtngah grutuku yg sdari td mmikirkan adegan antara Reva &Dera.
Zani.... Ia potong rmbut. Huaaaa saat mlihatnya ltihan td aku tak bgtu
mmprhatikan. Ia semakin berkarisma. Bel tanda dimulainya upacara,
dimulainya juga imaji liarku. Ya Allah, gagah sekali~ gumamku seraya memperhatikannya dari ujung rambut
hingga kaki. Sempurna.
Ya Allah, maaf aku mmandanginya trlalu lama. Gejolak ini tak
trtahankan. Ya Allah... Aku sibuk dgn monolog-ku di tengah
khidmatnya prosesi upacara pngibaran bndera.
"Ri, lu diliatin Bu Sukma tuh." bisik Raya yg baris diblakangku.
Sontak aku panik. Bu Sukma adlh guru 'ter ter dan ter' di sekolah ini.
Terkiller, Tertegas, dan 'Ter' lainnya.
"Masih ngeliatin, Ya?"
jawabku berbisik seraya mencuri-curi pandangan memastikan Bu Sukma tdk
menyadari gerakanku. Raya menjawabnya dengan menggelengkan kepalanya. Aman.
Tak terasa upacara sudah selesai. Hhh.... Aku terlalu sibuk dengan imajiku
sehingga tak terlalu mengikuti jalannya upacara. Barisan manusia yang tertata
rapih kini mulai merenggang. Namun perenggangan barisan itu bak pintu yang
terbuka lebar antara aku & Zani. Ya, dia terlihat jelas dari sini. Hanya
jarak 7m yg memisahkan kami. Aku ingin waktu berhenti sejenak. Walau
hanya utk saat ini. Momen ini.
Di kelas pun, hanya adegan itu yg brputar2 di kepalaku. Rumus &
penjelasan dari Pak Dedi hanya sekedar melintas. Lalu keluar secara bersamaan.
Sepertinya, hanya aku yg terlalu mengingat itu. Dia? Mungkin, terlintas pun tidak. Gumamku seraya mengukir simbol2 indah pada meja.
Aku menyukainya. Tapi tak prnah sekali pun aku (berani) mnytakannya.
Selain malu, aku menyadari, bahwa nntinya prnyataan suka dariku hnya
mnjadi 'nightmare scene' atau bhkan tdk trjadi peristiwa itu sama
sekali. Tapi, apakah tiba2 angin akan mnympaikan perasaanku padanya?
Tidak, kan?? Berdiam diri (mungkin) pilihan terbaik. Saat ini.
Dari jauh, trlihat siluet seseorang dari luar pintu. Bayangan itu pun kian mndekat. Dera?
"Assalamu'alaikum. Permisi, Pak. Dori dpanggil ke ruang wakasek"
hah? Gue dipanggil?? "Dori? Siapa?"
"Ooh maaf, Pak. Maksud saya, Riri"
Dera!!! Bikin malu! Ucapku dalam hati. Brharap terdengar olehnya.
"Ri, itu kamu dipanggil. Kok malah bengong, gimana sih kamu ini.. Kamu itu kalo....@+£$%=\^¿~"
Pak Dedi dikenal dgn, perintah 1 omongan 1000.
"IYA PAK" aku segera menghampiri Dera sblm Pak Dedi menyelesaikan 1000 perkataannya.
"Ada apaan, sih, De? Gue bikin masalah?"
"Ikut gue!"
"De.. De.. Lu gila, De! Kalo Bu Sukma tau gimana? De!!!" Dera
menghentikan langkahnya. Ia mengatur nafas. Aku pun bgtu. Tempo nafasku
sangat tak beraturan. Dera memaksaku utk berlari. Genggaman tangannya
sangat kuat.
"Tapi lu janji, lu harus kuat" Deg. Pupilku membesar. Aku curiga.
Percakapan seperti ini biasanya tanda adanya kabar buruk. Whoosaah.. Aku
menarik dalam nafas, lalu mengeluarkannya perlahan. Aku siap. Walau
sbnrnya tidak.
"Apa, De?"
"Minggu depan dia pindah."
"Siapa?"
"Zani"
Jujur, ini kabar biasa. Namun, stelah mengetahui subjeknya, hatiku
terasa sesak. Roh-ku seperti melayang. Berlebihan memang. Namun ini yg
kurasakan.
"Kapan, De?" butuh kekuatan besar mengucapkan itu.
"Lusa"
hhh.. Aku hanya bisa menghela nafas.
Cintaku, yg hingga saat ini kutunggu, kini ia akan pergi. Entah..
Sekarang, kuserahkan semua pada takdir. Berharap, jari2 Tuhan dapat mempertemukan kami kembali.
Aura abu-abu menyelimutiku. Lemas. Tak semangat. Pemicu semangatku sudah
pindah. Untuk apa lagi aku disini? Habisi saja aku! HABISI! *Oops drama
sekali XD*
''heh! Bengong aja lu! Di belatungin deh tuh nasi'' ujar Dera yg berusaha menghiburku.
''lagi ngga nafsu, De. Buat lu aja'' aku menyodorkan sepiring nasi uduk beserta soulmate2nya pada Dera.
''gue gamau sobat gue yg mbul ini jadi kurus kering cuma gara2 ditinggal pindah''
''kalo gue kurus, syukur dong. Jadi ada yg suka sama gue. Ngga kaya
sekarang. Tapi secantik apapun gue, tetep aja ga bisa nyaingin lu.''
''bahasannya bikin sensi nih. Yaudah terserah mau lu apain th nasi.
Gue mau ke kelas.'' Dera pun seketika pergi. Aku pun tak terlalu
menghiraukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar